Periode supercycle terjadi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pasca
pandemi covid-19, permintaan pun diprediksi meningkat yang notabene
membuat harga komoditas naik.
“Indonesia akan memasuki periode supercycle, di mana harga beberapa
komoditas akan naik secara signifikan, terutama komoditas dasar,
diakibatkan pertumbuhan ekonomi baru dari permintaan yang terjadi di
masa pandemi dan setelah pandemi,” jelasnya seperti dikutip dari rilis,
Kamis (8/4).
Menurut Lutfi, beberapa komoditas yang harganya naik dalam periode
supercycle tersebut adalah minyak bumi, gas alam cair (liquefied natural
gas/LNG), bijih besi, dan tembaga.
Kendati demikian, Lutfi optimistis periode supercycle kali ini akan mendatangkan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Ini bukan kali pertama Indonesia menghadapi periode supercycle.
Beberapa tahun lalu, Indonesia telah mengalami dan seperti periode
sebelumnya, periode supercycle kali ini pun diharapkan juga akan membawa
keberuntungan dan dampak positif bagi perekonomian Indonesia,”
jelasnya.
Selain supercycle, ada beberapa hal lain yang juga akan menjadi tren
perdagangan Indonesia ke depan. Tren pertama adalah munculnya investasi
yang terjadi karena pasar yang besar.
Hal itu dapat dilihat melalui sektor otomotif yang banyak dilirik
investor karena besarnya pasar otomotif di Indonesia. Tren kedua,
komoditas dasar Indonesia memberikan keunggulan komparatif (comparative
advantage) yang baik.
Dengan memiliki keunggulan tersebut, Lutfi menilai Indonesia mampu menghasilkan barang dan jasa dengan biaya yang bersaing.
Hal ini dapat dilihat dari produksi stainless steel Indonesia yang merupakan produsen kedua terbesar di dunia.
Tren ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi.
Salah satu contohnya, komoditas perhiasan yang merupakan komoditas
unggulan ekspor non-migas Indonesia.
Lutfi menyebut dengan sumber daya alam dan manusia yang saling
mendukung, Indonesia mampu menghasilkan produk perhiasan berdaya saing
di pasar dunia.
Dengan keunggulan itu, Lutfi membidik beberapa negara untuk menjadi
mitra khusus Indonesia. Terutama Jepang, Amerika Serikat, dan China.
“Negara-negara tersebut tak hanya sekadar menjadi mitra dagang, tetapi
juga menjadi sumber investasi perekonomian nasional, dengan
produk-produk yang menjadi pilar utama ekspor non-migas Indonesia,”
pungkasnya.